Sejarah Gereja GKJW Jemaat Sidotopo, Surabaya
Sejarah Permulaan Awal
Berdirinya GKJW Jemaat Sidotopo
Salam Kasih didalam
Tuhan Yesus Kristus,
Pendirian/ Sejarah
terbentuknya GKJW Jemaat Sidotopo-Surabaya tidak terlepas dari peran penting
pendiri dan para jemaat mula-mula waktu itu, GKJW Jemaat Sidotopo adalah Jemaat
yang bisa dikatakan juga merupakan salah satu Pasamuwan/ Jemaat cabang yang berkategori
muda usia didalam jajaran berdirinya gereja-gereja GKJW dimanapun lainnya,
meskipun dikatakan dan dikategorikan masih muda kejemaatannya namun keberadaan
gereja ini sudah dikenal sejak lama keberadaannya jauh sebelum para pengerja/
majelis jemaat yang sekarang ini muncul dan melayani, banyak tokoh yang
terdahulu yang sudah asing dikenal dan semakin jarang diketahui oleh jemaat
GKJW Jemaat sidotopo masa kini dan jemaat baru seiring dengan bertambahnya
jemaat baru atau semakin berkembangnya kejemaatan gereja yang semakin bertumbuh
dan semakin berkembang namun demikian kiprah dan pelayanan para pendahulu yang
jarang terekspose dan dauran yang silih berganti membuat penulis ingin
mengunggah sisi awal mula jemaat pertama dan segenap pelayanan yang terjadi dan
dilakukan oleh jemaat mula-mula saat itu dimana perkembangan awalnya sudah lama
ada yakni sudah sejak sekitar era pertengahan tahun 1960an waktu itu.
Peran pentingnya
penulisan sejarah asal mula berdirinya GKJW Jemaat Sidotopo ini untuk
menjelaskan asal-muasal terbentuknya jemaat di GJKW Jemaat Sidotopo sebagai
informasi umum kepada masyarakat tentu kita tidak hanya melihat dan
menceritakan sejarah gereja hanya dari saat GKJW Jemaat Sidotopo-Surabaya
tersebut saat telah resmi "ditahbiskan" menjadi jemaat baru GKJW
namun juga sejarah lain yang menceritakan awal mula adanya pelayan dan jemaat
mula-mula hingga menjadi gereja hingga kini, karena ada pepatah mulia bahwa
Gereja yang besar adalah gereja yang selalu mengenang dan menghargai para
pendirinya (awal) yang sejak dulu ada dan melayani dan menghargai para
pendirinya terdahulu (untold story); mengingat pentingnya pengungkapan sejarah
dari tulisan ini sebagai rujukan atau sekedar pemahaman informasi bersama yang
menjelaskan peran utama fakta dan demi meluruskan sejarah awal berdirinya
Gereja yang saat ini dikenal dengan GKJW Jemaat Sidotopo-Surabaya, untuk itu
juga ditulis secara runtut dan obyektif guna melengkapi runtutan sejarah yang
ada. Sejarah dituturkan untuk memberikan pemahaman dan informasi mengenai
sesuatu yang menjelaskan serta meruntutkan kejadian baik masa kini ataupun masa
lalu yang menjadi satu sejarah untuk diketahui oleh semua pihak, arti pentingnya
penulisan sejarah tidak hanya untuk arsip sejarah tetapi juga untuk diketahui
oleh jemaat dari masa ke masa yang ingin mengetahui sejarah sesungguhnya awal
berdirinya Gereja dari jaman dulu hingga saat ini dengan maksud untuk
menghargai dan menelusuri sejarah sesungguhnya berdirinya gereja secara
komperhensif karena sejarah sendiri bersifat dinamis yakni berjalan seiring
waktu dan terus mengisahkan sejarah dari jaman ke jaman pelayanan gerejawi.
Prinsip dan ciri GKJW
GKJW khususnya GKJW
Jemaat Sidotopo yang merupakan cabang dari wilayah perpanjangan wilayah GKJW
merupakan Gereja GKJW secara umum bercirikan daerah (Jawa) dengan mengutamakan
cirinya yaitu gereja Calvinis Christian Church (gereja aliran Calvinis) baca :
https://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_di_Indonesia dan hal ini dikarenakan
perpaduan penginjil yang kemudian mendirikan GKJW di Jawa Timur dan sisi
teologisnya dari awal sejarah berdirinya GKJW, lihat :
http://www.gkjw.web.id/sejarah-gkjw-bermula-dari-pasar-hewan; yang merupakan perpaduan
inti utama teologi aliran gereja Calvinis (Belanda) sesuai dengan para
penginjil dari eropa yang muncul pada penginjilan dibumi pertiwi khususnya di
Jawa Timur yang menjadi cikal bakal utama pelayanan gereja GKJW yang kemudian
memiliki cabang tersebar diseluruh Jawa Timur termasuk ruang wilayahnya yakni
hanya disekitaran Jawa Timur, Indonesia.
Awal Singkat Munculnya
Pelayan dan Jemaat Permulaan GKJW Jemaat Sidotopo
GKJW Jemaat Sidotopo
permulaan bermula dari beberapa orang yang membentuk pelayanan persekutuan
kecil yang kemudian pada saat itu sekitar tahun 1965, sehingga muncul beberapa
tokoh pendiri demikian ada seorang
kristiani yang awalnya bergabung dengan GKJW Jemaat Surabaya (GKJW Pasamuwan
Surabaya, Pada saat itu) bernama bapak Eswoto Suwita (alm) dipanggil "pak
Wito" (termasuk Wilayah 1 GKJW Jemaat Sidotopo) adalah seorang pegawai
PJKA waktu itu, bertempat tinggal di jalan Sidotopo Wetan ( 1-D ) Dalam No. 28
Surabaya saat itu beliau adalah ketua paguyuban olahraga bola volly di wilayah
Sidotopo Wetan dengan lapangan latihan pada saat itu di Jalan Platuk (yang saat
ini telah menjadi rumah), kemudian pada saat pertemuan olah raga rutin bola
Volly, bapak Eswata Suwita(alm) berkenalan dengan bapak Diroen Dirowidodo (alm)
seorang anggota TNI-AL yang tinggal dijalan platuk saat itu yang memiliki istri
seorang kristiani bernama ibu Poerwantini yang sama-sama menggemari kegiatan
olahraga bola Volly, karena mengetahui bapak Diroen Dirowidodo (alm) adalah
seorang yang belum percaya Tuhan Yesus saat itu maka bapak Eswata Suwita saat
itu berniat melakukan penginjilan kepada bapak Diroen Dirowidodo (alm) dengan
maksud mengajak untuk menjadi kristen dan secara terpisah dengan waktu yang
tidak bersamaan (di lain kesempatan) saat itu bapak Eswata Suwita berniat
menginjili para calon jemaat mula-mula yang belum masuk kristen antara lain ada
juga Bapak Mujiono adalah seorang anggota TNI-AL yang beralamat Sidotopo Wetan
(diwaktu kemudian bapak Mujiono pindah domisili beberapa tahun setelah baptis
dan jarang bergabung lagi dengan ibadah yang diketuai bapak Eswata Suwita(alm),
bapak Prihadi (GKJW Jemaat Sidotopo Wilayah 2) adalah seorang anggota TNI-AL
yang beralamat Jalan Sidotopo Sekolahan, Bapak Yusak Witoyo (GKJW Jemaat
Sidotopo Wilayah 1) yang juga seorang anggota TNI-AL beralamat Jl. Sidotopo
Wetan, Bapak Kasael (alm) (GKJW Jemaat Sidotopo Wilayah 2) adalah seorang yang
bekerja dibidang Pelayaran yang beralamat Sidotopo Wetan dan bapak Setuarto
(alm) (GKJW Jemaat Sidotopo Wilayah 1) adalah seorang pegawai Pertamina yang
beralamat Jalan Sidotopo Wetan serta
bapak Jumiran(alm) (GKJW Jemaat Sidotopo Wilayah 2) yang saat itu bertempat
tinggal di Tenggumung, para calon jemaat kristen tersebut sangat antusias
menjadi kristen. Kemudian dari hasil penginjilan tersebut calon jemaat
mula-mula yaitu bapak Diroen Dirowidodo(alm) karena keaktifannya mengantar
istrinya yaitu ibu Poerwantini kegereja (GKJW Jemaat Surabaya atas arahan
beribadah dari bapak Eswata Suwita) yang memang adalah seorang kristiani, maka
bapak Diroen Dirowidodo (alm) kemudian dibaptis menjadi seorang kristen dan
dengan sekaligus peneguhan kawin secara kristiani pada tahun 1968 (karena
sebelumnya pernikahan bapak Diroen Dirowidodo (alm) dilakukan secara muslim),
baptisan tersebut juga diikuti oleh bapak Mujiono, sehingga ada 2 (dua)
pasangan suami-istri pertama yang dibaptis dan diteguhkan kawinnya secara
kristen, hal ini adalah baptisan mula-mula pada jemaat mula-mula pada saat itu
hasil penginjilan bapak Eswoto Suwito. Baptisan kemudian diikuti secara beruntut
kemudian oleh pasangan bapak Yusak Witoyo, pasangan Bapak Prihadi, pasangan
Bapak Jumiran (alm), pasangan bapak Setuarto(alm), pasangan bapak Kasael (alm),
baptisan dilakukan di GKJW Jemaat Surabaya, yang kemudian pasangan kristiani
baru terbentuklah kelompok kecil yang terdiri dari 7(tujuh) keluarga beserta
anak keluarga masing-masing termasuk keluarga bapak Eswata Suwita (alm) dan
juga Rumah pak Wito sering juga dipergunakan sebagai kebaktian BKA (anak-anak)
dan kebaktian kecil lainnya.
Pada saat itu 7
keluarga ini menggabungkan diri di GKJW Jemaat Surabaya dengan diketuai bapak
Eswata Suwita (alm) sekitar tahun 1971, sehingga praktis penggembalaanya pada
GKJW Jemaat Surabaya. Pada saat itu wilayah di GKJW Jemaat Surabaya yang
terdekat adalah Blok 6 yang meliputi wilayah Kenjeran, Rangkah, Kapas Krampung,
Ngaglik, Kapasan, Tambak Segaran dan sekitarnya yang merupakan daerah yang
terdekat dengan wilayah dari 7 keluarga tersebut maka bergabunglah 7 Keluarga
tersebut ke GKJW Jemaat Surabaya Blok 6 yang pada saat itu ketua Blok 6 - nya
adalah bapak Tayib yang tinggal didaerah Karang Empat, saat itu Blok 6 memiliki
gedung ibadah sendiri yang berguna sebagai tempat ibadah kegiatan Blok 6
sendiri yaitu kemudian disebut Balai Pertemuan Gading (yang kemudian dijual dan
dibeli Gereja Bethel Karang Empat).
Setiap ada kegiatan Blok 6 maka 7 keluarga
tersebut datang beribadah di Balai Pertemuan Gading tersebut.
Saat itu perkembangan
jemaat kristiani semakin banyak, hal itu dilihat dari jumlah warga yang beribadah
dan yang dibaptis semakin meningkat. Dalam perkembangannya kemudian bapak
Eswata Suwita(alm) diteguhkan menjadi Guru Injil. Perkembangan dari 7 Keluarga
mula-mula tersebut semakin berkembang dengan seiring penginjilan oleh
masing-masing dari 7 keluarga jemaat mula-mula tersebut, karena 7 keluarga
mula-mula masih belum memiliki tempat untuk melayani ibadah anak-anak maka
sering ibadah sekolah minggu di lakukan dirumah bapak Diroen Dirowidodo(alm)
yang saat itu di jalan Platuk ( mengingat 7 keluarga mula-mula tersebut sangat
mengutamakan pertumbuhan iman oleh anak-anak sehingga diadakan sekolah minggu
meskipun seadanya/ sederhana saat itu ), dan juga ibadah anak-anak sekolah
minggu juga dilayani oleh bapak Tayib seorang guru STM (masih hidup sampai sekarang
warga GKJW Jemaat Surabaya), dan ibu Poerwantini (istri dari bapak Diroen
Dirowidodo juga turut serta menjadi pelayan sekolah minggu). Peran
masing-masing jemaat mula-mula tersebut membuahkan hasil dengan mengenalkan
Kristus kepada warga non kristen di lingkungan tempat tinggalnya masing-masing
untuk dibaptis di GKJW Jemaat Surabaya, semakin tersiarnya pemberitaan injil
dimasa itu yang kian berkembang hadir pula keluarga jemaat mula-mula saat itu
termasuk keluarga bapak Moelyono, bapak Sutiman (alm), demikian sejumlah
keluarga kristen awal yang muncul dimasa awal perkembangan mula-mula saat itu
dan ini merupakan satu bukti peran penginjilan tumbuh dan berkesinambungan.
Perkembangan jemaat sungguh cukup signifikan dari perkabaran injil yang terjadi
selanjutnya muncul jemaat dan keluarga kristen terus yang bergabung lainnya
sering waktu dan perjalanan masa gereja dan perkembangan jemaat awal bersama
keluarga dan masyarakat sekitar yang mulai percaya tumbuh dan berkembang
sepanjang waktu.
Berkembangnya jemaat
mula-mula tersebut kian semakin bertambah banyak sehingga jemaat hasil
penginjilan 7 keluarga masing-masing tersebut dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok
yaitu Kelompok Sidotopo, Kelompok Sidomulyo, Kelompok Granting (seiring dengan
waktu yang kemudian menjadi kelompok Sidotopo I dan kelompok Sidotopo II).
Karena semakin pesatnya jemaat maka Tuhan memberkati dengan memiliki tanah di
Sidotopo Indah dan dari Kelompok lain memiliki Balai Pertemuan di Tenggumung
Baru Selatan, disisi lain karena begitu pesat pertumbuhan jumlah jemaatnya Blok
6 (waktu itu juga kemudian Blok 6 memiliki perwakilan majelis yaitu bapak
Diroen Dirowidodo (alm), bapak I Wayan Elisah, bapak Setijo Muljo, bapak
Joanwas Lahoe, semua majelis ini adalah juga merupakan majelis jemaat mula-mula
di Blok 12 waktu itu) maka Blok 6 dibagi menjadi 2 (dua) yaitu Blok 12 dan Blok
13 (sekarang GKJW Jemaat Mulyosari).
AWAL PEMBENTUKKAN DARI
MENJADI BLOK KE JEMAAT SIDOTOPO
Kemudian para jemaat mula-mula masuk dan kemudian
disebut Wilayah Blok 12 GKJW Jemaat Surabaya yang kemudian Blok 12 diketuai
oleh bapak Drs. Joanwas Lahoe, saat itu
Wilayah Blok 12 memiliki gedung sebagai tempat ibadah yang dikenal dengan Balai
Pertemuan di Tenggumung Baru Selatan namun demikian karena ada keberatan tentang ibadah yang dilakukan oleh jemaat Blok 12 dengan pihak luar gereja ketika ada ibadah di Balai Pertemuan di Tenggumung Baru Selatan maka dari
kesepakatan jemaat saat itu dijual-lah Balai Pertemuan di Tenggumung tersebut
untuk membangun pembangunan tanah di Sidotopo Indah, bangunan awal yang
didirikan adalah berupa bangunan belum permanen pada Gereja saat itu sekitar
tahun 1980an, waktu itu jemaat Blok 12 sangat bersemangat karena memiliki tanah
yang hendak dibangun meskipun jemaat bersepakat dengan menggunakan dana
pembangunan bersama untuk membangun gedung gereja. peningkatan jumlah jemaat
Blok 12 yang semakin banyak maka sekitar tahun 1989 atau awal 1990 jemaat Blok
12 berniatan untuk menjadi Pasamuwan
baru (Jemaat baru), kemudian Blok 12 berubah nama menjadi GKJW Calon Pasamuwan
(Capas) Sidotopo kemudian berubah nama menjadi GKJW Calon Jemaat (Cajem)
Sidotopo, saat itu sekitar tahun 1994 bangunan gereja sudah didirikan Pilar
gedung gereja dan atap dengan genting namun belum ada temboknya secara penuh,
namun upaya jemaat sangat tinggi untuk memiliki gedung gereja sendiri. tahun
1996 terjadi peristiwa pengerusakan yang berbau agama yang terjadi di Surabaya
utara yang mana beberapa gereja surabaya wilayah utara banyak mengalami
pengerusakan dan penjarahan terhadap perlengkapan gereja, Peristiwa Surabaya
(Minggu Kelabu), 9 Juni 1996, dimana 10 gedung Gereja dihancurkan di daerah
Sidotopo oleh massa sebanyak ribuan masa disertai penjarahan,
Gereja yang dirusak
adalah : salah satunya GKJW Cajem
Sidotopo. Dengan pengerusakan tersebut maka keprihatinan kaum kristiani
memberikan dukungan dan sumbangan baik berupa moril maupun materiil sehingga
dengan waktu 1 tahun sejak peristiwa pengerusakan tersebut banyak sekali
donatur yang lebih tergerak untuk memantapkan / meneruskan pekerjaan
pembangunan gereja GKJW Cajem Sidotopo baru sekitar tahu 1997 GKJW Calon Jemaat
Sidotopo memantapkan diri memiliki gedung gereja dan menyakinkan diri menjadi
gereja dengan jemaat yang mandiri, seiring dengan itu juga GKJW Jemaat Sidotopo
sendiri juga memiliki anggota/ jemaat yang berasal/ sebelumnya berasal dari
bermacam-macam gereja yang ada antara lain perpindahan jemaat gereja sealiran
lainnya dan sebagian Gereja-gereja aliran lain dan gereja lainnya
akibat dari perkawinan dan perpindahan domisili dan karena penginjilan jemaat
anggota jemaat GKJW Jemaat Sidotopo maupun jemaat gereja lain yang ingin
beribadah dan/atau menjadi anggota GKJW Jemaat Sidotopo, kemudian tahun 1998
tepatnya tanggal 18 Oktober GKJW Cajem Sidotopo resmi menjadi GKJW Jemaat
Sidotopo.
Seiring dengan
perkembangan yang ada, GKJW Jemaat Sidotopo mengalami berbagai perubahan dan
pendewasaan yang ada sehingga perubahan itu menjadi ide dan ciri tersendiri
dari keberadaan GKJW Jemaat Sidotopo ditengah-tengah masyarakat, GKJW Jemaat
Sidotopo pada hakikatnya merupakan Gereja beraras daerah yang memiliki ciri
tersendiri yang mengutamakan prinsipnya yaitu “Patunggilan ingkang Nyawiji”
meskipun berlatar belakang dari beberapa etnis namun GKJW Jemaat Sidotopo tetap
menjadi idialis gereja jawa di Indonesia. Mulai tahun 1970 sampai dengan tahun
1980, Pada sosok penggiat gereja yang selanjutnya muncul setelah masa
terkemudian pembaharuan gereja GKJW Jemaat Sidotopo seiring waktu muncul dalam
dekade baru dan generasi baru dalam pelayanan kemajelisan dan jemaat dan para
penggiat gereja serta tokoh baru yang muncul seiring dengan pemilihan Pengerja/
Majelis Jemaat tiap "Dauran" yang silih berganti yang baru sekitar
1985 - 1995 antara lain : ibu Suratmi Abdullah WS; ibu Ruliani
Kuswari; bapak Drs. Jatiman dan beberapa pelayan lainnya yang saat itu muncul
hingga terus pelayanan berlanjut dari dauran lama hingga terkemudian setelah
saat diresmikannya GKJW Capas Sidotopo menjadi GKJW Jemaat Sidotopo sekitar
tahun 1997 - 2002 akhir kemudian muncul para pelayan majelis jemaat baru yang
berkiprah terkemudian dengan nama-nama penggiat gereja seperti ibu Magdalena S., S.Th.;
bapak M. Suparno; bapak Pramono B; ibu Diana Poerwati, S.Pd.; bapak Sukarno; bapak Tri; dan juga beberapa nama majelis jemaat
lain serta masih banyak pengerja majelis jemaat lainnnya serta masih juga
banyak lagi majelis jemaat yang kemudian dikenal kemudian oleh warga jemaat
sebagai Majelis penggiat gereja baru lainnya yang berkecimpung dipelayanan
kegerejaan di GKJW Jemaat Sidotopo, baru diera tahun 2002 keatas muncul
nama-nama pelayan majelis jemaat yang memiliki kerinduan melayani Tuhan dan sejumlah nama lain yang juga sudah berkiprah dalam
pelayanan serta berkecimpung dalam pelayanan sebelum menjabat sebagai majelis
jemaat dan para majelis jemaat yang setia senantiasa melayani Tuhan dengan
multi pelayanan dan talenta maka gereja GKJW Jemaat Sidotopo semakin berkembang
mengikuti dinamika dan muncul pula kemudian nama-nama majelis dan jemaat
terkemudian yang dikenal dan tampil dipakai Tuhan untuk menjadi berkat bagi
kegerejaan agar keutuhan dan perkembangan gereja berjalan dinamis seiring
dengan masyarakat yang terus eksis berkembang dan dinamis dari perjalanan waktu
dan tuntutan perubahan jaman.
GKJW Jemaat Sidotopo
Masa Kini :
GKJW Jemaat Sidotopo
semasa sejak diresmikan menjadi Jemaat baru telah mengalami 3 (tiga) masa
kepemimpinan pendeta masa awal yakni : Pendeta pengampu (pertama) yaitu Pdt.
Widodo Kamso kemudian berlanjut pelayanan ke Pdt. Edy Prasetyaningsih kemudian
Pdt. Tyas R. Djoar Kemudian Pdt. Sudjianto (yang merupakan pendeta Konsulen
GKJW Jemaat Sidotopo berasal dari GKJW Jemaat Bangkalan) merupakan Pendeta yang
ditugaskan dari Majelis Agung GKJW ditempatkan di GKJW Jemaat Sidotopo
diharapkan menjadikan gereja menjadi sarana pendewasaan jemaat, GKJW Jemaat
Sidotopo kini memiliki 8 Wilayah yang tercakup wilayah sekitar Sidotopo Wetan,
Granting Baru, Pogot Baru Pogot Lama, Kedung Mangu, Tembok, Tuwowo, Kedung
Cowek, Pantai Mentari, Randu, Lebak, Kenjeran, Kapas, Tanah Merah dan sekitar
daerah terdekat wilayah tersebut, meskipun hiruk pikuk yang ada
namun tetap menjadikan jemaat dan GKJW Jemaat Sidotopo menjadi semakin dewasa dalam
mewujudkan iman kepada Tuhan Yesus dengan menjadi gereja yang mandiri ditengah-tengah keberadaannya untuk menjadi bagian berkat sesuai dengan amanat agung Kristus.
Demikian uraian singkat
sejarah berdirinya Gereja GKJW Jemaat Sidotopo-Surabaya mula-mula hingga sampai
pada saat dimantapkan dari GKJW Calon Pasamuwan (Capas) Sidotopo hingga menjadi
GKJW Jemaat Sidotopo dengan kemajuan dan perkembangannya hingga saat ini (akhir
2012).
Dirangkum dari beberapa
sumber, saksi-saksi dan narasuber pelaku sejarah.
NB : Dilarang keras
menyadur tanpa menyisipkan alamat/ asal sumber berita, hak berita dilindungi
Undang-Undang.