Nafkah Menurut Kristen

Seorang suami wajib memberi nafkah kepada istrinya?
Hakikat pernikahan ialah bersatunya suami dan istri dengan maksud untuk membangun rumahtangga baru antara laki-laki dan perempuan, dasar perkawinan ialah terdapat pada :
pada ayat terdahulu pada Kejadian 1 : 28 :
 Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka:   "Beranakcuculah dan bertambah   banyak  ; penuhilah bumi   dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas  ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.  "
Telah diuraikan tegas dalam ayat tersebut diatas jika manusia diberi "hak" untuk berkembang dan memenuhi bumi, artinya setelah berkat Tuhan turun atas mereka terlebih dahulu, demikian sama halnya dengan pernikahan, dalam pernikahan kristen Allah memiliki peranan yang sangat konsisten dalam keberadaan Allah sebagai Tuhan dan pondasi dasar kehidupan kerohanian kristen, dalam kehidupan kerohanian kristen telah jelas didasakan segala sesuatu dengan berkatNya dan itulah awal pernikahan kristen terbentuk dan kemudian inilah disebut awal dan amanah Tuhan pertama kali mengenai pernikahan yang mula-mula.
Seperti juga termaktub dalam Aturan Negara yakni Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Undang-Undang Perkawinan) :
 BAB I DASAR PERKAWINAN 
Pasal 1 Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha esa. 

Hakikat dipersatukannya laki-laki dan perempuan dalam pernikahan ialah mewujudkan perintah Allah untuk bersekutu dengan Tuhan Sang Pemilik Kehidupan, dengan perkawinan itu pula yang merupakan kewajiban dan amanah Tuhan untuk beranak cucu dan bertambah banyak untuk menjadi bagian dalam mewujudkan kebesaranNya.
Tidak ada seorangpun yang bercita-cita jika kelak berumahtangga setiap laki-laki dan perempuan mengalami kendala dalam perjalanan rumahtangganya, semua menginginkan hidup penuh dengan berkat dan menjalani hidup dengan penuh kasihNya, namun manusia juga tidak dapat mengerti bagaimana perjalanan hidup dan kehidupannya entah baik atau tidak baik, setiap manusia memiliki kehendak pribadi terlepas dari maksud dan kehendak Tuhan, ada beberapa hal yang menjadi bagian kesulitan hidup dalam menjalani bahtera rumahtangga :

Ekonomi yang belum kuat/ kokoh
Diakui atau tidak perekonomian yang kurang kokoh atau kurang kuat menjadi hal yang bisa mengancam keutuhan rumahtangga karena memang diakui atau tidak ekonomi mampu menyokong kehidupan rumahtangga itu jadi lebih baik, jika ekonomi kurang maka perjalanan hidup keluarga juga akan tidak maksimal, namun persoalan ekonomi ini bukanlah menjadi masalah mutlak rumahtangga, bukan soal ekonomi sulit maka seseorang lalu tidak menikah karena takut akan bermasalah dalam keluarganya, atau saat sudah menikah lalu ekonomi merosot sehingga membuat keluarga bercerai, atau bahkan keadaan ekonomi yang sulit membuat istri menuduh suami kurang memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Tentu anggapan ini adalah salah besar, karena yang dipikirkan ialah hal duniawi saja sedangkan perkawinan merupakan hal besar rohani yang dikuduskan sehingga tolak ukurnya bukan hal duniawi semata.

Nafkah atau pemenuhan nafkah biasanya dikaitkan dengan laki-laki atau suami (bukan istri) asumsi ini tidaklah tepat sebenarnya, jika kita melihat rujukan Firman Tuhan :
Lalu firman-Nya kepada manusia itu: "Karena engkau mendengarkan perkataan isterimu dan memakan dari buah pohon, yang telah Kuperintahkan kepadamu: Jangan makan dari padanya,  maka terkutuklah  tanah  karena engkau; dengan bersusah payah  engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu:

Firman diatas memiliki makna bahwa manusia tidak menjadi mudah lagi mencari rejeki atau nafkah ketika telah menjauh dari keintiman dengan Tuhan yang pemberi kehidupan, karena awalnya semua kebutuhan manusia telah dipenuhi Allah ditaman eden sehingga manusia tidak perlu lagi mencari nafkah kehidupan, hubungan manusia yang rusak akan menjadi kesulitan tersendiri ketika komunikasi manusia dengan Tuhan telah rusak, pada ayat tersebut diatas jelas tidak terungkap perintah Tuhan untuk manusia laki-laki mencari nafkah mutlak untuk istrinya, hanya untuk mencari rejeki didunia karena kesalahan manusia melanggar perintah Allah maka tidak gampang lagi ketika mencari rejeki karena sejatinya kebutuhan manusia telah disediakan Tuhan namun manusia telah melanggar perintah Tuhan. Jelas Tidak ada perintah dan tertulis dan dapat dimaknai dengan jelas jika :” SUAMI MENCARI NAFKAH UNTUK ISTRI/ KELUARGANYA”.
Pandangan umum jika suami mutlak memberi nafkah istri dan keluarganya sesungguhnya merupakan faham yang berasal dari ajaran lain diluar alkitabiah yang berasimilasi dan terus kemudian menjadi merasuk dalam alam sadar kita ketika secara umum yang bukan merupakan ajaran alkitab namun secara tidak sadar itu menjadi terbiasa seolah-olah ajaran itu sama dengan ajaran kekristenan, karena ajaran kekristenan ialah ajaran kasih.

Banyak sebab ketika suami belum bisa membantu keluarga memenuhi kebutuhan hidup, antara lain faktor itu juga dipengaruhi perubahan jaman, sulitnya mencari lapangan pekerjaan, sakit, dan lain sebagainya, siapapun tidak dapat memvonis suami wajib memenuhi kebutuhan hidup keluarga sedangkan istri hanya mengatur keluarga, Istri yang mengatur keluarga cenderung lebih pasif dan dapat membuat kecenderungan untuk selalu meminta saja tanpa memahami suaminya sulit mencari pekerjaan atau gaji.
Istri yang hanya mengatur rumahtangga cenderung menuntut nafkah dari suami dan tidak aktif membantu suami memenuhi keperluan keluarga padahal sifat kasih juga ikut menjadi ambil bagian dalam membantu agar bagaimana keluarga tidak kekurangan.

Secara penafsiran umum kepantasan mencari rejeki memang laki-laki karena memiliki kelebihan fisik ketimbang manusia perempuan dan secara pantas dengan tidak adanya resiko negatif yang besar dalam aspek pekerjaan maka manusia laki-laki yang secara fisik memiliki kelebihan dapat menjadi penyokong keluarga dengan mencari nafkah, asumsi ini akan menjadi hal yang tidak tepat ketika manusia  laki-laki atau suami di anggap mutlak menjadi penyokong utama nafkah bagi keluarganya! Karena banyak hal yang harus ditafsirkan.

Laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam segala hal dalam kehidupan, tidak boleh ada sedikitpun hak dan kewajiban yang dikurangi apalagi dalam kehidupan rumahtangga.

Laki-laki bukan menjadi mutlak dalam mencari pekerjaan itu bukan menegaskan jika laki-laki tidak perlu mencari rejeki, tetapi yang benar adalah manusia laki-laki yang disebut suami dengan manusia yang disebut istri bersinergi bersama untuk memenuhi kebutuhan bersama karena sudut pandang yang berasal dari berbagai sumber sudut harus kita pahami bersama buka pembenaran masing-masing laki-laki atau perempuan yang merasa dirinya paling benar atau paling dibutuhkan.

Dalam Undang-Undang Perkawinan jelas ditulis :
BAB VI HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI 
Pasal 30 Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat. 

Pada ayat diatas TELAH JELAS ada hak dan kewajiban yang sama antara hak dan kewajiban suami dan isteri, hal ini dipahami antara suami dan isteri bersinergi bersama ketika suami belum/ tidak bisa melakukan baru isterilah yang membantu demikian sebaliknya namun hal ini harus sesuai dengan asas kepantasan membantu secara kodrati, adapun penyebab yang memungkinkan terjadi ialah ketika suami (misalnya) harus menghadapi sulit mencari pekerjaan sehingga belum bisa berkontribusi kepada ekonomi keluarga maka isteri pun bisa mendukung dengan melakukan hal yang sebisanya ia lakukan untuk mencukupi kebutuhan keluarga seperti berjualan makanan atau hal yang bisa dikerjakan secara berimbang, tentu saja hal ini bukan menjadi alasan dasar suami menjadi tidak aktif mencari nafkah, pada intinya nafkah bisa dilakukan suami dan istri, tentu saja semua itu atas kesepakatan dan pemikiran matang suami dan istri karena (dapat) mempengaruhi kehidupan rumahtangga.

Pada Undang-Undang Perkawinan :
Pasal 31
(1) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
(2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
(3) Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga.

Pasal 33 Suami isteri wajib saling cinta-mencintai hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain.

Ditulis jelas dalam Undang-Undang Perkawinan bahwa suami isteri MEMBERI BANTUAN LAHIR DAN BATHIN… bukan salah satu atau suami saja atau isteri saja,
Pada beberapa pasal-pasal dan ayat-ayat diatas jelas aturan hukum memberikan gambaran bahwa antara suami dan istri memiliki HAK DAN KEWAJIBAN yang SAMA!

Jelas Tidak ada yang menggambarkan satu terhadap yang lainnya tidak sama, hak dan kewajiban suami dan isteri adalah sama artinya suami dan isteri perlu menjaga keberlangsungan keluarganya dalam keadaan bersatu dan tidak boleh ada pihak lain yang MENCAMPURINYA karena sama-sama subyek hukum yang dianggap cakap menjalankan peristiwa hukum yang sama pula.

Ada anggapan bahwa yang MEMBERI NAFKAH IALAH SUAMI ?
Tentu saja ini anggapan sepihak dari sebagian orang yang memiliki pemikiran dan paham tertentu yang menyatakan bahwa suami WAJIB MEMBERI NAFKAH sedangkan isteri tidak padahal anggapan ini tentu saja KURANGLAH TEPAT. Sudut pandang yang bagaimana dan dengan tolak ukur yang mana jika suami wajib memberi nafkah isteri ?! jika kewajiban suami memberi nafkah maka bagaimana kewajiban isteri !?

Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan :
Pasal 33 Suami isteri wajib saling cinta-mencintai hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain. 

Jelas pada pasal tersebut diatas dimaksudkan bukan suami saja atau istri saja yang memberi bantuan lahi dan bathin!

Pada pasal diatas makna BANTUAN LAHIR DAN BATHIN itulah yang sering dimaknai NAFKAH, artinya Batuan lahir dan bathin yang umumnya disebut Nafkah itu menjadi bagian bersama antara suami dan isteri.

Makna bantuan hakikatnya memiliki makna satu lebih unggul dari pada yang lain, atau satu lebih memiliki keunggulan dan satunya tidak memiliki, maka dengan maksud inilah ada interaksi timbal balik yang sama dan sepadan bukan saling yang memberi atau merasa harus diberi tetapi ada korelasi yang imbal balik sama, secara umum adanya saling membantu dan mendukung satu dengan yang lainnya bukan satu yang lainnya merasa lebih butuh atau dibutuhkan.

Dan didukung oleh Pasal 34 Undang-Undang Perkawinan :
(1)   Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
Maksud dalam pasal diatas memiliki korelasi bahwa manusia laki-laki yang disebut suami memiliki kelebihan ketimbang isteri terutama dari fisik maka secara tidak beresiko bahwa laki-laki atau suami dapat membatu menyokong perekonomian keluarga dengan bekerja untuk usaha mencukupi kebutuhan dalam hal ini memiliki makna bahwa suami dapat menyokong kebutuhan keluarga SESUAI DENGAN KEMAMPUANNYA, hal ini jelas tertulis pada pasal aturan tersebut diatas!
Kita semua tidak tau pasang surutnya kehidupan manusia ketika suatu sebab manusia dapat berkekurangan atau berkecukupan malah berkelebihan, suami tidak serta merta WAJIB mencukupi seluruh kebutuhan hidup untuk isteri dan anaknya.

Tentulah banyak pihak berpendapat jika suami masih dalam tahap mencari pekerjaan, suami masih belum kuat secara ekonomi, suami sakit, suami kurang memiliki modal dan lainnya ini menjadi factor pula sehingga tidak bisa dikatakan suami WAJIB memenuhi kebutuhan hidup, peran istri pun dapat mendukung kecukupan keluarga.

Peran isteri bukan hanya berpangku tangan mengandalkan peran suami dalam mencari kebutuhan hidup! Perubahan jaman menuntut peran bersama suami dan isteri untuk bersama mendukung pemenuhan kebutuhan keluarga.

Perubahan jaman dan perkembangan era tidak menutup peluang isteri berkarir entah berdagang, berjualan hingga menjadi wanita pekerja kantoran tentu ini semua tidaklah mengurangi peraan dan tanggungjawab istri kepada keluarga tetapi peran isteri juga dapat membuat peluang rumahtangga memiliki hidup lebih baik, YANG PERLU DIGARIS BAHAWAHI DISINI IALAH peran suami tidak boleh pasif tetapi tetap aktif untuk mencari penghasilan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga, jika suami sedang diperhadapkan dengan situasi sulit maka peran suami dapat dibantu dengan peran istri inilah yang menyimpulkan jika keluarga Kristen harus berperan dengan baik sesuai kasih yang diajarkan Tuhan Yesus yakni “Kasih menutupi segala sesuatu”!  (I Kor 13 : 7).

Disaat situasi sulit perekonomian keluarga sebagai isteri tidaklah boleh selalu berpangku tangan mengharap selalu nafkah dari suami, tentu saja semua ini melihat banyak aspek salah satunya ialah aspek semakin sulitnya lapangan pekerjaan bagi suami dan persaingan yang tidak mudah dalam mencari pekerjaan, peran isteri dapat menyokong keluarga dengan keadaan dan berbagai usahanya yang juga mendukung keluarga; 

Dijaman era sekarang tidak jarang wanita memiliki potensi daalam mendukung keluarga seperti memiliki pekerjaan dan profesi yang lebih baik dari suami, peran demikian ini mampu mendukung pemenuhan kebutuhan keluarga agar keluarga menjadi semakin baik, peran istri juga dilihat dari segi perkembangan jaman.
Posisi istri jaman sekarang mengalami perkembangan yang baik dan signifikan dengan mulai banyaknya istri bekerja hal ini semata-mata untuk mendukung pemenuhan keperluan keluarga tanpa mengabaikan keluarga seperti yang ada dalam aturan Hukum
Undang-Undang Perkawinan Pasal 34: Ayat (2) Isteri wajib mengatur urusan rumahtangga sebaik-baiknya.

Ada pemahaman jika istri hanya menerima nafkah dari suami sehingga mainset umum bebas mengasumsikan jika nafkah mutlak adalah kewajiban suami, nah ini hal yang keliru. Yang benar adalah ketika suami dan istri berpadu dengan masing-masing saling melengkapi dan mendukung tanpa ada konfil tentang manakah yang wajib memberi nafkah.

Perkembangan jaman juga mengubah paradigma istri tidak bekerja karena faktanya banyak isteri bekerja dan itu baik untuk menyokong pemenuhan kebutuhan keluarga, konsep ini mengubah pemahaman umum jika suami memiliki kewajiban memenuhi kebutuhan hidup dan memang suami tidak memiliki kewajiban penuh mutlak untuk memenuhi kebutuhan hidup tetapi masing-masing suami dan istri saling mendukung dan memberi kontribusinya untuk kehidupan keluarga menjadi lebih baik.
Pernikahan memiliki hakikat hubungan laki-laki dan perempuan yang membina rumahtangga dan berkesinambungan.

Perkembangan jaman mutlak tidak dapat terelakkan, akibat PHK, sulitnya mencapai kebutuhan dan semakin sulitnya ladang lapangan pekerjaan TIDAKLAH justru membuat sempit pandangan umum jika YANG MEMBERI NAFKAH IALAH KAUM LAKI-LAKI tetapi secara sinergi pihak laki-laki dan perempuan saling membantu dalam mencukupi kebutuhan bersama, adakalanya kita ketahui jika istri yang bekerja memiliki gaji yang lebih besar ketimbang suaminya maka itulah tidaklah menjadi ukuran yang mutlak ketika suami harus memenuhi kewajiban istri maupun keluarga namun demikian ini bukan menjadikan dasar jika yang mencari nafkah bukan suami sehingga suami tanpa sebab yang jelas lalu membebankan pemenuhan kebutuhan kepada istri!

Perubahan jaman dapat membuat suatu hubungan suami isteri itu bertambah baik atau malahan sebaliknya namun demikian perlunya komitmen pada suami dan istri untuk tidak saling menyalahkan masing-masing terhadap satu dengan yang lainnya sehingga menyebabkan kekeruhan rumahtangga.
Dari uraian diatas telah jelas dinyatakan dengan dasar aturan pun secara tegas BUKAN KEWAJIBAN MUTLAK untuk suami memberi nafkah, pada pemahaman kali ini telah nyata bahwa suami dan istri memiliki peran yang berbeda namun memiliki hak dan kewajiban yang sama, tentu tidak elok ketika suami membanting tulang mencari nafkah namun istri enak-enakan dan hanya mengatur keluarga tanpa mengerti pendapatan suami dan kemampuan suami mencari pendapatan juga terbatas.

Pada pembahasan kali ini suami memang tidak mutlak memiliki kewajiban memenuhi kebutuhan keluarga namun peran isteri juga sama dalam upaya menegakkan kehidupan harmonis rumahtangga dengan saling mendukung dan memenuhi kebutuhan bersama, dan yang menjadi catatan bersama ialah peran suami juga secara aktif mencari penghidupan dengan penghasilan pula agar ada keseimbangan antara beban suami dan istri bukan suami hanya juga enak-enakan atau berlaku pasif karena memiliki anggapan istri dapat mencari penghasilan! Karena seberapa kuatnya satu pihak kalau didukung bebarengan maka akan lebih mudah dalam mencukupi keperluan hidup.
Sumber :
http://alkitab.sabda.org/verse.php?book=kej&chapter=3&verse=17

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Gereja GKJW Jemaat Sidotopo, Surabaya

Perjamuan Suci dan Hubungannnya dengan Jumat Agung

Publikasi Skripsi Teologi Tentang Sidi di GKJW