Pendamping yang Sepadan dan Pemahaman Hidup "menjadi Satu Daging"


Konsekuensi Berumahtangga dan Makna “Meninggalkan” dan Bersatu “Daging”

Perempuan dibuat dari Bagian Laki-Laki bukan Laki-Laki dibuat dari Bagian Perempuan.
Shalom saudara-saudariku yang terkasih dalam Tuhan Yesus, pada kesempatan ini kita akan membahas mengenai kasih dalam rumahtangga, perlu kita ketahui bersama jika keluarga merupakan bagian dari hidup manusia laki-laki dan perempuan untuk bersatu dalam kehidupan rumah tangga yang suci karena telah diberkati Tuhan dengan tumpangan tangan hamba Tuhan, ada beberapa hal yang dapat diuraikan melalui pembahasan renungan kali ini :
Pada awalnya manusia itu seorang diri hal ini diuraikan pada Kejadian 2 : 18 : “ TUHAN Allah berfirman :”Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia”. 
Pada firman ini mengandung arti jika manusia mula mula yang ciciptakanNya merupakan bukti wujud kasihNya kepada kehidupan sehingga manusia pertama bernama Adam dijadikanNya seperti itulah kehendak Allah lalu Dia memberkati manusia (Kejadian 1 : 26- 28) (Kejadian 2:6), Pemahaman ini tentu menunjukkan begitu mulianya manusia diciptaka segambar dengan rupa Allah Sang Maha Pencipta, pada mulanya, pemahaman ini merupakan wujud manusia  dank arena berkat Tuhan lah saat manusia dijadikan maka Tuhan menjadikan manusia itu berkenan kepadaNya. Pada Kejadian 2 : 21-23 diingatkan bahwa manusia telah diberikan pendamping yang sepadan dengannya, arti sepadan disini adalah memiliki kemampuan dan kekuatan yang hamper sama dan karena perempuan dilahirkan karena diambilkan dari rusuk laki-laki maka ia menjadi bagian dari manusia laki-laki, gambaran kemuliaan Allah sesungguhnya bukan ada pada perempuan tetapi pada laki-laki namun demikian laki-laki dan perempuan diberkati oleh berkat Tuhan dalam karya penciptaanNya, hingga arti pemersatuan antara laki-laki dan permpuan adalah seperti pada Kejadian 2 : 24 :” sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Pada pemahaman ini menyiratkan bahwa laki-laki itu bukan secara HARFIAH meninggalkan ayah dan ibunya tetapi hal ini mengandung makna dan arti jika laki-laki itu akan memperisteri perempuan untuk menghasilkan keturunan dan makna meninggalkan ayah dan ibunya (laki-laki) tentu saja bermakna membentuk keluarga sendiri bukan secara nyata meninggalkan ayah dan ibu dari laki-laki, kata “meninggalkan” dari ayat tersebut memiliki pemahaman bahwa laki-laki itu menjadi dipisahkan karena memiliki kehidupan sendiri dengan perempuan (isterinya), dipisahkan disini adalah laki-laki tersebut telah memiliki pendamping dan  artinya laki-laki (suami) dan perempuan (isteri) itu akan membentuk keluarga sendiri yang dibentuk karena pernikahan dengan makna “bersatu” pada ayat diatas, artinya pihak ayah dan ibu dari laki-laki telah menjadikan laki-laki itu menjadi pemimpin (bagi) dari seorang perempuan karena bukan laki-laki yang dijadikan dari perempuan tetapi perempuan dijadikan oleh laki-laki, banyak pemahaman keliru jika makna “meninggalkan” disalah artikan keluar meninggalkan ayah dan ibu dari seorang laki-laki tetapi maknanya lebih luas dan mendalam yakni memperistri peremppuan dan menjadi keluarga sendiri, tentu saja seorang laki-laki tetap untuh terhadap bagian keluarga ayah dan ibunya tetapi telah memiliki pendamping yakni perempuan, banyak pihak menafsirkan jika “meninggalkan” ayah dan ibu dari laki-laki adalah mengikuti isteri atau keluarga (orang tua) isteri tentu saja konsep ini keliru karena yang menjadi imam adalah laki-laki bukan perempuan (isteri), laki-laki- tidak menjadi bagian perempuan TETAPI perempuan menjadi bagian laki-laki sebagai pendamping (isteri). Banyak konsep pemikiran yang melawan kehendakNya dan sengaja dibangun agar menimbulkan arti dan maksud tertentu dengan membiaskan kehendak firman Tuhan, apalagi pemahaman yang tak bernalar sering di munculkan karena biasanya konsep berpikir perempuan dianggap penting ( konsep duniawi ) oleh karena perkembangan dan perubahan jaman tidak mau diatur seperti yang (diharuskan) tertulis dialkitab malahan perempuan era sekarang lebih suka untuk mengkritik pendampingnya jika dianggap memiliki kekurangan pikirnya perempuan yang kaya atau dari keluarga kaya serta berpendidikan lebih tinggi atau yang memiliki jabatan diatas kaum laki-laki kemudian biasa dan bisa memperalat (lebih mudah) laki-laki dengan memakai ayat ini, pemelintiran ayat ini sangat menyesatkan dan bertujuan mengingkari kehendak Allah jika perempuan harus tunduk kepada laki-laki (suaminya) karena Tuhan hal ini pula karena kehendak pribadi perempuan yang ingin (berkecenderungan) mengatur laki-laki karena kekayaan atau jabatan perempuan atau hal duniawi lainnya yang dibanggakan oleh perempuan sehingga merasa diri diatas laki-laki tentu ini adalah suatu konsep dan pemikiran yang keliru, sebab bagaimanapun juga isteri harus tunduk kepada suami sebab dengan itu sama halnya ia berbakti kepada Tuhan, sekalipun sulitnya mengikut suami (laki-laki) tetapi hal ini menjadi kewajiban isteri untuk mengikut suami sebagai wujud takut akan Allah.
Tidak pernah ada kehendakNya yang memerintahkan agar laki-laki tunduk dan patuh kepada perempuan karena itu bukan maksud dan kehendakNya, perempuan dijadikan hakekatnya untuk menjadi pendamping yang setia bagi laki-laki sehingga tidak ada laki-laki yang diperintah perempuan oleh karena kehendak Allah atau tertulis dalam firman Tuhan, justru  laki laki yang harus selalu diikuti isterinya kemanapun suami berada/ tinggal termasuk memilih tetap tinggal dengan keluarga/ orang tua laki-laki (suami) BUKAN suami mengikuti isteri, tidak ada larangan dari firman Tuhan yang menyatakan tidak boleh menetap bersama orang tua laki-laki (suami) karena isteri yang tunduk kepada suami bukan suami yang tunduk kepada isteri dengan arti lain seharusnya istri mengikuti dan tunduk kepada suami dan dimana suami berada istri harus ikut dan setia melayani suami seperti melayani tuannya hal ini seperti tertulis pada Kejadian 18: 12 dimana Sara menganggap Abraham sebagai tuannya demikian istri dalam hal ini seperti Sara diberkati karena sikapnya yang taat dan melayani Abraham sebagai imam dan tuan demikian dapat dilihat kesalehan Sara mengikut Abraham sebagai pendamping yang setia bagi suaminya, karena dengan demikianlah Tuhan dipermuliakan.
Apapun alasannya tentu tidak dapat dibenarkan perempuan (isteri) memimpin laki-laki (suami) karena jabatan, kekayaaan, pendidikan atau pengaruh orang tua perempuan, tetapi laki-laki diciptakanNya menjadi pemimpin bagi perempuan karena laki-laki adalah wakil Tuhan didunia (Efesus 5:23). Pemahaman keliru yang tidak boleh dibiarkan secara terus menerus, jelas kekeliruan ini harus diluruskan dan tidak boleh dipandang enteng karena biasanya pemahaman jika laki-laki adalah meninggalkan ayah dan ibunya untuk bersatu dengan isterinya adalah pemahaman yang sering disalah artikan jika perempuan menjadi pemimpin bagi laki-laki sehingga bukan lagi laki-laki menjadi imam tetapi laki-laki menjadi penurut dari perempuan, konsep ini sangat bertentangan dengan kehendak dan karya penciptaan manusia (laki-laki) mula-mula yang dijadikanNya segambar dengan wujud dan rupa Allah karena manusia laki-laki merupakan gambaran dan rupa Allah maka seperti itu pula kedaulatan laki-laki sebagai pemimpin yang bukan hanya dipatuhi tetapi lebih dilayani.
Laki-laki (suami) meninggalkan orang tuanya dan menjadi satu daging dengan perempuan (isterinya) bukan berati TIDAK BERPISAH meninggalkan orang tua laki-laki tetapi laki-laki telah memiliki perempuan sebagai teman yang sepadan dan laki-laki menjadi pemimpin perempuan demikianlah laki-laki harus tetap berbakti kepada orangtuanya dan tetap menjadi bagian keluarga orang tuanya dalam kemah orangtua laki-laki.

Perubahan Etika karena Melawan Kehendak Allah serta Makna “Meninggalkan” dan Satu “Daging”
Dewasa ini banyak karena keadaan atau situasi kondisi perempuan lebih muncul entah karena kelebihan jabatan, pekerjaan atau kekayaan yang dimiliki baik secara pribadi maupun karena warisan keluarga, atau karena keluarga perepmuan yang lebih berada (secara finasial/ materi) dibanding pasangannya, hal ini sering membuat ayat tuhan dipelintir dan dengan pemahaman sudut pandang ayat tersebut maka dapat diuraikan jika perempuan tetap harus menjadikan laki-laki pemimpin dan tuan bagi perempuan tidak boleh serong dalam hidupnya serta perempuan harus taat kepada suaminya entah karena perempuan itu sedang dalam situasi diatas kehidupan lak-laki atau tidaknya, perempuan diciptakan bukan yang pertama kali tetapi yang kedua setelah laki-laki dan perempuan dibuatNya karena diambilkan dari laki-laki yakni tulang rusuk laki-laki tentu pemahaman keliru jika laki-laki “meninggalkan” ayah dan ibunya bukan dimaknai laki-laki menjauhi ayah dan ibunya untuk bersatu dengan isterinya tetapi lebih dimaknai laki-laki menjadi terpisah karena adanya perempuan yang diperisterinya meskipun tetap hidup dalam keadaan bersama dengan ayah dan ibu laki-laki tersebut, pemahaman iniu tentu saja adalah yang dikehendaki Tuhan agar laki-laki menjadi “satu daging” menurunkan keturunan dari bersatu “daging” nya laki-laki dan perempuan dalam pemberkatan yang kemudian disebut :
Pemahaman dan konsep “meninggalkan” dan bersatu “daging” dapat dijelaskan sebagai berikut :
-          Pemahaman Pertama adalah perkawinan suci dihadapan Tuhan;
-          Pemahaman Kedua yakni “meninggalkan” harus dipahami seperti halnya laki-laki telah “memiliki” perempuan sebagai isteri dan menjadi imam bagi perempuan;
-          Pemahaman Ketiga yakni pemahaman bersatu “daging” adalah meneruskan keturunan.
Tentu konsep yang keliru jika disebutkan “meninggalkan/ bersatu daging” adalah seperti halnya laki-laki harus meninggalkan ayah dan ibunya untuk mengikut perempuan sebagai isterinya karena laki-laki tidak diciptakan untuk perempuan tetapi perempuan dibuatNya sebagai teman yang sepadan. Tidak ada konsep yang membenarkan jika suami tunduk kepada isteri dan hidup meninggalkan ayah ibu laki-laki dan hidup dengan perempuan atau orang tua perempuan karena konsep seorang suami adalah satu bagian yang tetap dan satu konsep laki-laki sebagai kepala bagi isterinya dan perempuan (isteri) tidak berkuasa untuk mengatur suami selain menghormatinya karena Allah.
Laki-laki yang telah bersatu “daging” dengan perempuan yang kemudian disebut isterinya itu tentu saja satu bagian tersendiri yang tersendiri, tersendiri disini bukan berarti menjauhkan diri dari orang tua laki-laki tetapi lebih menjadi satu bagian tersendiri karena telah dipersatukan dalam “satu daging” pernikahan, konsep ini sering dipahami secara keliru jika laki-laki harus memisahkan diri dari ayah dan ibunya untuk bersatu dengan isterinya karena bukan suami yang mengikuti isteri tetapi isteri yang bersatu dengan suaminya meskipun demikian hubungan laki-laki dengan ayah dan ibunya tetap utuh walau tetap tinggal dan bersama-sama hidup laki-laki serta isterinya dengan orang tua laki-laki karena konsep “meninggalkan” orang tua laki-laki bukan konsep menjauhkan/ memisahkan diri tetapi sekali lagi bahwa suami telah menjadikan perempuan pendampingnya, dan laki-laki sebagai pemimpin perempuan, sehingga laki-laki tidak sendiri lagi karena telah ada pendampingnya yakni perempuan (Efesus 5 : 24).

Laki-laki sebagai Kepala bagi Perempuan
Pada Efesus 5 : 22-24 :” Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada suami, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu”. 
Pada pemahaman ayat tersebut diatas tentu laki-laki merupakan kekhususan dimata Tuhan, laki-laki menjadi kepala itu karena kehendak Tuhan seperti pada 1 Korintus 11: 8-9 :” Sebab laki-laki tidak berasal dari perempuan, tetapi perempuan berasal dari laki-laki. Dan laki-laki tidak diciptakan karena perempuan tetapi perempuan diciptakan karena laki-laki.
Pemahaman ini tentu menjadi pondasi dan dasar kehidupan Kristen, umat pengikut Allah harus taat dan memahami jika kehendak Tuhan adalah yang utama jika laki-laki adalah kepala bagi perempuan dan perempuan tentu harus menghormati laki-laki karena Kristus.
Pada para kehidupan para nabi seperti Abraham dan Sara, Ishak dan Ribka, Yakub dan Lea, dicontohkan kehidupan laki-laki dan perempuan yang saleh dan hidup selalu mengutamakan kehendakNya, tidak pernah dijelaskan jika para perempuan memerintah laki-laki karena gambaran Allah telah nyata pada laki-laki, demikianlah kemudahan dan kasihNya sungguh luarbiasa bagi umatNya yang taat kepadanya, sejak perempuan diperistri oleh laki-laki, seperti halnya pada firman Tuhan pada Kejadian 11:27-32 dikisahkan Abram dan Sarai (isterinya) mengikuti Terah (orang tua Abram) kemana Terah berkehendak karena memang saat itu kehidupan tidak selalu menetap disauatu daerah tertentu melainkan berpindah-pindah tempat dan sesuai kehendak Tuhan hendak diperintahkan kemana.
Laki-laki memiliki otoritas dalam hidupnya sebagai gambaran kemuliaan Allah jika laki-laki telah disatukan oleh ikatan perkawinan dalam Tuhan maka sulit untuk dipisahkan pula oleh keinginan manusia, laki-laki dan perempuan disatukan dalam Allah yang kemudian disebut perkawinan merupakan tolak balik inti jika manusia menjalankan kewajibannya semula untuk beranakcucu dan bertambah banyak demikian perintah ini sama dengan kehendak Tuhan untuk mempersatukan laki-laki dan perempuan untuk mengasihiNya.
Hakikat Tuhan memperstukan laki-laki dan perempuan adalah kehidupan yang damai jika laki-laki memiliki teman / pendamping yang sepadannya yakni perempuan, hidup dalam kasih dan kebersamaan, perkawinan merupakan symbol penyerahan diri untuk dipersatukannya laki-laki dan perempuan untuk hidup suci yang tidak cemar dihadapanNya.
Dasar pemersatu antara laki-laki dan perempuan ialah kasih bukan cinta yang sering disebutkan oleh manusia jaman sekarang, karena dalam kasih mengandung banyak pengorbanan (1 Korintus 13:1-13), pemahaman utuh dan menyeluruh mengenai kasih sejati ialah bagaimana mewujudnyatakan kasih dalam perkawinan antara laki-laki dan perempuan, namun demikian laki-laki diberi prioritas dan kekhususan untuk memiliki perannya sebagai pemimpin bagi perempuan dan keluarganya termasuk anak-anaknya, seperti dijelaskan pada Efesus 5:22-25, pemahaman yang menyeluruh tentang hakikat perkawinan ialah seperti Efesus 5:33 yakni hidup dalam penuh kasih pada perkawinan.
Perkawinan suci dihadapan Tuhan terjadi saat laki-laki dan perempuan memilih untuk menyerahkan dihadapan Tuhan untuk disatukan dalam kasihNya, tentu karena dasar perkawinan ialah Kristus maka dalam Perkawinan harus mengandung kasih dan penyerahan serta hikmat dan tuntunanNya bukan karena dirinya sendiri atau atas kehendak pihak lain. Laki-laki tetap mengambil peranan penting sebagai pemimpin perempuan dan pemegang otoritas rumah tangga, jika ada pihak lain diluar laki-laki dan perempuan seperti adanya pengaruh keluarga tentu hal ini sangat mempengaruhi kehidupan rumah tangga laki-laki dan perempuan untuk bersatu dan hidup dalam rumahtangganya.
Tuhan menghendaki segala sesuatu itu baik adanya, sering kita dipertanyakan dalam kehidupan perkawinan pada mulanya harus didasarkan kasih dan tentu kerelaan masing-masing. Kehidupan perkawinan antara laki-laki dan perempuan tidak mudah setelah pasangan mempelai (laki-laki dan perempuan) mengarungi hidup bersama diperlukan kesungguhan, kesetiaan dan kerelaan untuk saling mengasihi dalam perjalanan perkawinannya, kedewasaan dan cara piker rumahtangga bukan ditentukan dari lamanya atau seberapa kokohnya perkawinan mempelai, seperti halnya kekayaan, jabatan dan kehebatan masing-masing individu, baik laki-laki maupun perempuan tetap harus bersatu pemikiran dan kehendak untuk menjalani hidup berumahtangga dengan setulus hati, tentu buah pemikiran sendiri dan tanpa adanya campurtangan pihak lain seperti orang tua maupun keluarga kedua belah pihak mutlak agar kehidupan rumahtangga dapat terbentuk dengan sendirinya.
Tiada jaminan jika kekayaan dan kemapanan serta pekerjaan yang mapan menjadi tolak ukur keberhasilan pernikahan karena banyak pula orang yang telah memiliki segalanya dalam hidup menjadi terbengkelai mengenai rumahtangganya karena dalam rumahtangga ada campurtangan pihak lain ataupun pengaruh orang tua dan keluarga lainnya, jika rumahtangga tidak mampu menghadapi kerasnya persoalan konflik keluarga maka tidak sedikit gelombang badai menyerakkan biduk rumahtangga yang telah terbangun dari pernikahan, memahami pendamping itu perlu karena pendamping merupakan teman sepadan yang telah dipersiapkan dan diberi Tuhan agar kita damai dan penuh sukacita dalam setia kepadaNya,sikap isteri sebagai teman yang sepadan laki-laki menjadi peran penting dalam kehidupan rumahtangga jika isteri diberikan kesempatan untuk membantu perekonomian keluarga maka jangan sampai karena suami belum bekerja, belum mampu mencukupi kebutuhan keluarga atau belum bisa menjadi bagian pemenuh kebutuhan hidup lalu istri menjadi tidak setia dan lebih bersikap cuek atau tidak lagi mau menghargai suaminya sebagai kepala keluarga, isteri yang baik adalah isteri yang tulus iklhas mengasihi suami dalam kondisi apapun dan hal ini sangat sulit diterapkan karena mengasihi tanpa akhir, suami sebagai kepala keluarga selalu mendorong istri untuk ikut ambil bagian dalam pelayanan kasih dalam rumahtangga karena terkadang berkat Tuhan dilimpahkan kepada isteri manakala suami telah berupaya keras menjadi pondasi keluarga namun belum mampu mencukupi kebutuhan hidup sehingga peran istri yang setia selalu ada untuk suami dalam mempertahankan rumahtangga dalam kasih, istri yang mengasihi suami adalah istri yang senantiasa diberkati Allah.
Mempertahankan biduk rumahtangga dikala situasi rumahtangga memburuk merupakan suatu keharusan bagi suami isteri, tidak benar jika suami dan istri saling menyerang bahkan mengumbar kekurangan mereka masing-masing dalam kehidupan keluarga orang tua atau keluarga sekalipun keluarga orang tua masing-masing hendak ikut campur didalamnya, kasih merupakan kekuatan utama dalam mengarungi kehidupan rumahtangga sering camputangannya keluarga masing masing pasangan membuat segala-sesuatu menjadi runyam dan justru memperburuk keadaan sehingga hal ini menjadi batu bersoalan baru yang akan dihadapi suami atau diteri yang sedang bermasalah, tuntunan Tuhan melalui 1 Korintus 7: 5 :”

Janganlah kamu saling menjauhi, kecuali dengan persetujuan bersama untuk sementara waktu, supaya kamu mendapat kesempatan untuk berdoa. Sesudah itu hendaklah kamu kembali hidup bersama-sama, supaya Iblis jangan menggodai kamu, karena kamu tidak tahan bertarak.

Jelas disebutkan dalam Alkitab jika kita diberikan kelonggaran untuk kesempatan berdoa dan ini merupakan kesempatan masing-masing mengambil waktu untuk SABATH kepada Allah, dengan mengambil waktu untuk memikirkan memahami kehendak Allah maka masing-masing suami atau isteri dapat mengevaluasi hal-hal yang dianggap kurang tepat yang harus menjadi bagian pembenahan kearah yang baik dengan waktu yang diberikan masing masing seperti anjuran Rasul Paulus maka memberikan diri untuk focus memikirkan kehendak Tuhan dalam hidup agar kehendakNya menjadi nyata dan terang dalam hidup untuk menjadi bagian pertimbangan untuk kehidupan rumahtangga kearah yang lebih baik, Tuhan tidak menghendaki perceraian tetapi setiap pribadi tetap harus mengupayakan untuk mempertahankan keutuhan rumahtangga dan tanpacampurtangan keluarga diluar suami / istri yang sedang mengalami situasi sulit karena situasi sulit pada setiap biduk rumahtangga sesungguhnya adalah hal yang biasa dan sering dialami oleh setiap keluarga mana saja tek terkecuali kuarga Kristen hanya kita sebagai umatnya harus berupaya keras mengasihi pasangan hidup kita dan terus mengupayakan keutuhan rumahtangga dengan berdoa kepada Tuhan, kasih sebagai kegenapanNya selalu membasuh kekecewaan dan kerasnya badai kehidupan yang mampu menghadang dan menghancurkan kehidupan keluarga Kristen, dengan kasih dan kesabaran maka hidup umatNya akan dipenuhi kasih, kasih tanpa memandang kekurangan demikianlah kasih sesungguhnya mengajarkan kita kepada kehidupan terang dan penuh perdamaian, jika kita belum mampu mengasihi pasangan hidup kita maka berdoalah kepada Tuhan dengan penyerahan semoga Tuhan yang penuh kasih akan memberikan belas kasih kepada umatNya dalam kehidupan rumahtangga Kristen yang penuh damai sejahtera, masalah keuangan, perselisihan, pekerjaan, keturunan atau apapun masalah kehidupan rumahtangga sejatinya bukanlah masalah utama yang dapat menceraiberaikan rumahtangga Kristen tetapi kuasa Tuhan yang perlu kita hadirkan dalam kehidupan rumahtangga Kristen.


Adalah tidak baik pasangan meninggalkan pasangannya karena itu tidak dikehendaki Allah, bukan karena keuangan yang sulit, pekerjaan suami yang belum diberi, keturunan yang belum dikaruniakan kemudian pasangan satu memilih meninggalkan pasangan yang lain, semua kekurangan itu akan dicukupkan Tuhan sperti dalam Filipi 4:19 :”

Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus.
Demikainlah persengketaan mengenai keuangan yang sulit, istri/ suami yang belum / tidak bekerja, masalah keturunan dan masalah apapun juga bukanlah inti masalah sesungguhnya jika setiap pasangan mensyukuri kasih dan pemberian Allah selama ini, yang menjadi instropeksi diri kita adalah tidakkah selama ini pasangan kita mendukung kita dan bahkan berjuang untuk kepentingan kita dan setelah itu masakah kita melupakan apa yang telah dilakukan pasangan kita kepada kita jika pasangan kita telah berbuat untuk kita.
Tentu kita harus berpikir ulang untuk melupakan hal-hal yang telah diperbuat pasangan kita agar kita bias mensyukuri kebaikkan Tuhan melalui pasangan kita.

Jika setiap pribadi mampu mengasihi, mengampuni dan mengerti maka situasi kacau dan kerasnya badai kehidupan akan mudah diselesaikan karena banyaknya pihak yang ingin menjadi penengah justru bukanlah solusi rumahtangga Kristen yang sedang bermasalah menjadi baik, kehidupan rumahtangga Kristen yang sedang mengalami konflik tentu harus menghadirkan Tuhan dan jamahannya untuk memulihkan dan memberkati, berkat Tuhan bukan diukur dan dilihat dari semakin lancarnya usaha, semakin banyaknya materi yang diperoleh tetapi saling mengasihi dengan sepenuh hati itulah wujudnyata kasih Kristus hadir ditengah-tengah keluarga Kristen, banyak pihak yang hendak menjadi penasihat pada masalah keluarga Kristen baru tetapi pada akhirnya tidak menjadi penengah tetapi justru menghakimi salahsatu atau kedua belah pihak, adapula yang merasa menjadi saksi penengah persengketaan keluarga Kristen tetapi justru mereka hendak menjadi hakin atas masing-masing pihak yang tidak dibelanya padahal sebagai saksi dan penengah harus member solusi dan bukan menjadi hakim atas persoalan yang ada biarlah persoalan yang ada Tuhan sendiri yang menyelesaikan bagi rumahtangga Kristen yang sedang berkendala oleh masalah internal keluarga tetapi sebagai pihak yang berada disekitar keluarga Kristen yang sedang diperhadapkan dengan masa sulitnya agar tetap mendoakan dan menasihatkan kebaikkan dan pemulihan serta pendorong agar kehidupan keluarga Kristen tetap utuh dengan sokongan dan dukungan orang-orang disekitarnya, dengan doa dan harapan Tuhan akan memulihakn sendiri dengan hikmat yang dikaruniakanNya kepada umatNya untuk hidup dalam kasihNya, karena kasihNya adalah penuh damai sejahtera bukan saling menyudutkan dan merendahkan satu terhadap yang lainnya.

Setiap keluarga Kristen pernah pula melakukan kesalahan dan pelanggaran, egoism, kekakangan tetapi hakikat untuk pemulihannya ialah berdoa dan menyerahkan setiap hal kepada Tuhan sambil kita semua menahan diri untuk hidup dalam perdamaianNya kepada umatNya. Semoga Tuhan Yesus yang menjadikan kita semua satu akan senantiasa memberkati kita dalam limpahan berkatNya dan kemurahaNya.

Tuhan Yesus memberkati, amen.

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Gereja GKJW Jemaat Sidotopo, Surabaya

Perjamuan Suci dan Hubungannnya dengan Jumat Agung

Publikasi Skripsi Teologi Tentang Sidi di GKJW